Menu bar

Sabtu, 25 Juli 2015

Esai (Juara 3 Racana Brawijaya UB)

Pramuka Indonesia Mampu Mewujudkan Cita-Cita Sang Pandu

Praja muda karana
Tunas muda harapan pertiwi
Kuat Gagah melawan tantangan
Tak mengenal lagi menyerah

Dari lagu sederhana di atas, bila kita tilik kembali memiliki kedalaman makna. Di mana pemuda merupakan subyek yang menjadi tumpuan harapan untuk mencapai kemajuan. Pramuka adalah organisasi kepanduan di Indonesia sebagai bentuk dari cita-cita luhur para pendirinya khususnya Lord Boden Powell untuk mewujudkan pemuda yang cerdas dan berbudi. Kesuksesan bermula dari pengorbanan. Pengorbanan adalah bentuk dari perjuangan. Perjuangan merupakan wujud dari tindakan. Tindakan ada karena keyakinan. Keyakinan ada karena tujuan, dan tujuan bermula dari impian atau cita-cita. Untuk saat ini siapakah yang meneruskan dan mewujudkan cita-citanya? Jawabannya jelas. Siapa lagi kalau bukan kita. Salah satu jalan dalam mencapai tujuan tersebut adalah dengan tindakan dan tindakan yang paling berperan penting adalah pendidikan.
Pendidikan merupakan hal vital suatu bangsa untuk membentuk SDM (Sumber Daya Manusia) yang unggul dalam mewujudkan cita-citanya. Dalam pendidikan terdapat berbagai bentuk penilaian. Di antaranya adalah penilaian kognitif (pengetahuan), psikomotorik (ketrampilan), dan afektif (sikap). Menurut penelitian kunci kesuksesan seseorang 80% ditentukan oleh EQ (Emotional Question) atau kecerdasan emosinal. Sedangkan 20%nya adalah IQ (Intelectual Question) atau kecerdasan intelek. Emotional Question merupakan kecerdasan untuk mengontrol diri dalam bersikap maupun bersosialisasi dengan orang lain. Dalam hal ini EQ erat kaitannya dengan pendidikan karakter. Namun kenyataannya, sistem pendidikan saat ini masih mengedepankan potensi akademik atau intelektual. Hal itu dilihat dari seleksi maupun ujian akhir yang menitikberatkan pada ujian tulis dengan mengandalkan kemampuan akademik. Sedangkan penilaian sikap atau karakter belum begitu terealisasikan. Untuk itu mengapa banyak lulusan yang cerdas namun lemah akan mental dan moral. Di mana banyak sekali kita jumpai penyalahgunaan baik jabatan maupun pekerjaan oleh orang-orang yang cerdas namun sayang harus berakhir meja hijau karena tersangkut kasus suap maupu korupsi.
Untuk itu di sinilah pentingnya penilaian afektif (sikap) atau yang biasa kita sebut dengan pendidikan karakter. Menurut Akhmad Arqom dalam bukunya “Manage Your Character, Control Your Habit, ang Get Your Succes” karakter adalah seperangkat keyakinan, cara berpikir, bersikap, serta berperilaku yang secara spontan mengarahkan tindakan-tindakn seseorang dal hidupnya. Sedangkan dalam pengertian lain  karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Pendidikan karakter haruslah ditanamkan sejak dini. Karena dengan pembentukan karakter sejak awal maka karakter yang terbentuk akan lebih kuat dan tidak mudah diombang-ambing.
Gerakan Pramuka adalah suatu wahana berkarya bagi para pemuda. Di mana di dalamnya sangat sarat dengan pendidikan karakter. Hal tersebut terlihat dari kode kehormatan tri satya dan dasa darma. Di dalam kode akan cita-cita para pendirinya untuk mewujudkan generasi yang berbudi luhur. Muda, lagi-lagi pemuda menjadi sorotan utama yang selalu hangat untuk diperbincangkan. Karena apa? Pemuda merupakan unsur terpenting dalam kemajuan suatu bangsa. Karena pemuda merupakan tonggak estafet kepemimpinan. Seperti yang dikatakan Syaikh Mustofa al-Ghalayaini lewat syairnya yang indah:
Sesungguhnya di tangan pemudalah letak suatu umat dan di kaki merekalah terdapat kehidupan umat
Namun yang menjadi problematika adalah pemuda yang dinilai mampu dan memiliki daya yang tinggi kini telah banyak yang menyimpang dari kaidah-kaidah moral. Untuk itu di sinilah pentingnya pendidikan karakter. Di Indonesia jumlah pemudanya mencapai 25%. Dengan presentasi sekian, Indonesia memiliki pemuda yang berpotensi untuk menjadi barometer mobilitas kemajuan bangsa yang mampu berdaya saing unggul.
Dalam meluruskan penyimpangan moral serta mewujudkan generasi muda yang unggul dan berkarakter, dibutukan kerjasama berbagai pihak. Karena dengan kerjasama maka akan tercipta sinergi yang lebih efektif. Di sini orang tua atau keluarga adalah subyek terpenting dalam pembentukan karakter. Karena keluarga merupakan arena pendidikan awal seorang anak. Selanjutnya adalah guru, guru atau tenaga pendidik haruslah berkompeten. Karena bagaimanapun persuasif (pengaruh) seorang guru sangatlah besar.  Orang tua dan guru harus bisa memberi teladan tidak hanya dari lisan namun juga tindakan. Jangan sampai kedua subyek penting ini justru menjadi figur yang tidak patut dicontoh. Seperti saat ini di mana integritas dan kesetiaan pada kebenaran terus menurun, seperti merebaknya bocoran UN, halalnya suap untuk masuk di sekolah favorit, dan bentuk penyimpangan lainnya yang justru dilakukan oleh guru maupun orang tua demi kesuksesan sementara. Di samping peran guru dan orang tua, pemerintah juga tak kalah penting dalam kualitas pendidikan karakter. Sejak tahun 2013 sudah mulai mengimplementasikan pendidikan yang megedepankan character building (pendidikan karakter). Selain itu dijadikannya Pendidikan Kepramukaan menjadi pendidikan wajib di setiap sekolah merupakan wujud upaya pemerintah dalam memajukan pendidikan karakter. Karena pramuka adalah salah satu media pendidikan yang anggota mudanya dimulai dari usia dini yaitu 7 hingga 25 tahun.

Wujud dari pendidikan adalah implementasinya. Pramuka merupakan wahana pendidikan yang komplek. Di mana kompleksitasnya tidak hanya kaya akan wawasan atau pengetahuan namun juga menitikberatkan pada keterampilan yang beroientasi sosial. Pramuka lebih mengedepankan pada tindakan, di mana pendidikan pramuka lebih terasa penerapannya.  Di sini kita dituntut untuk dapat menerapkan nilai-nilai apa saja yang kita dapatkan dari proses pendidikan. Implementasi tersebut erat kaitannya dengan peran dan meleburnya pemuda dalam masyarakat. Untuk itu mantan Rektor Unpad, Prof. Ganjar Kurnia pernah mengatakan dalam sambutanya “Jangan Menjadi Menara Gading” artinya janganlah buah dari pendidikan atau kesuksesan dinikmati oleh diri sendiri. Namun harus memberikan kontribusi dan dedikasi sebagai wujud implementasi belajar. Karena banyak sekali orang-orang yang sukses namun wujud sosialnya nol, banyak yang mampu berkarir dan berkiprah namun tak jarang mengenal tetangga saja tidak apalagi kepedulian pada bangsa. Di sinilah tolak ukur hasil pendidikan dapat dinilai. Dengan meleburnya lulusan pendidikan dengan masyarakat, maka detak jantung kehidupan bermasyarakat akan terasa untuk dapat mencapai tujuan bersama. Meleburnya para lulusan pendidikan dalam masyarakat secara otomatis juga akan membentuk karakter atau budi seseorang. Karena apa? Kita dituntut untuk pandai bersikap, menjaga tata krama, dan beradaptasi dengan masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa kontribusi dan dedikasi kepada masyarakat akan mencetak genarasi yang cerdas dan berkarakter sehingga lebih mudah untuk mencapai kesuksesan yang diharapkan. Untuk itu mengapa 80% kesuksesan seseorang ditentukan oleh EQ atau kecerdasan emosional.
Eksistensi Pramuka tidak hanya sampai di situ. Pramuka memiliki tiga sifat pokok. Yaitu Nasional, Internasional, dan Universal. Tiga sifat tersebut didasarkan pada resolusi Konferensi Kepanduan Sedunia tahun 1924 di Kopenhagen, Denmark. Pramuka bersifat Nasional artinya proses pendidikan kepramukaan harus menyesuaikan dengan kondisi bangsa di dalamnya. Selain itu sifat nasional juga dapat diartikan sebagai sifat cinta tana air atau nasionalisme. Hal itu terbukti karena pramuka dituntut untuk dapat melestarikan budaya dan kearifan lokal maupun menjunjung tinggi nilai kenegaraan.  Hal tersebut dapat dilihat dari poin-poin yang terdapat dalam SKU (Syarat Kecakapan Umum). Kemuadian, pramuka bersifat Internasional diartikan bahwa kita harus mengembangkan nilai persahabatan tanpa memandang suku, ras, maupun agama. Selain itu sifat Internasional juga dapat diartikan, bahwa Pramuka mengikuti perkembangan zaman namun tidak terbawa arus. Seperti yang dikatakan Kak Wiwik Ismaliah dari Kwarcab Kediri “Pramuka adalah organisasi yang tidak ketinggalan zaman apalagi kuno. Pramuka terus meningkatkan pembaharuan guna melahirkan kemajuan”. Untuk itu mengapa pramuka dinilai pendidikan yang kreatif, inovatif, kompetitif, dan sportif. Pramuka juga bersifat Universal artinya Pramuka dapat mendidik siapa saja, di mana saja, dan kapan saja.
Bukti fisik Pramuka mamiliki jiwa nasional dan kerja keras yang tinggi dapat dilihat dari tercatatnya Pramuka Indonesia dalam rekor dunia karena mampu mengangkat bendera dengan panjang 1000 meter dari kedalaman 5 meter. Pramuka juga menjadi pelopor dalam perdaiman dunia dengan dibuktikannya “Perkemahan Messenger Of Peace di Indonesia pada 2013”. Selain itu jumlah Pramuka Indonesia yang merupakan terbesar di dunia memiliki potensi untuk menjadi motor penggerak kualitas serta kemajuan.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa  untuk mencetak generasi yang cerdas dan berbudi dapat diupayakan. Di dalamnya membutuhkan peran dan kerjasama berbagai pihak. Upaya yang dilakukan tidak hanya dengan pendidikan kognitif, namun juga dengan mengedepankan pendidikan karakter. Pramuka merupakan pendidikan karakter di mana anggotanya diajarkan disiplin, kerja keras, bertanggung, jawab, mandiri, terampil dan berorientesi sosial. Orientasi sosial dibuktikan dengan implementasi pemuda yang mampu berkontribusi dan berdedikasi dalam masyarakat yang secara otomatis budi pekerti akan terbentuk. Sifat nasional dan internasional juga membuktikan bahwa pramuka terus melakukan pembaharuan dan mengikuti arus namun tidak terbawa arus dengan tetap memilik jiwa nasionalisme yang tinggi. Dengan demikian bukan tidak mungkin bahwa Pramuka Indonesia kita mampu mewujudkan generasi muda yang cerdas dan berbudi bersama dengan cita-citakan Bapak Pandu Dunia dan kita bersama.



Makhyatul Fikriya
XI-MIA 6
Teknik Kepramukaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar